Saatnya Manchester United Bersyukur

Manchester United di awal musim ini mencoba mengakomodasi keinginan fans mereka untuk melengkapi koleksi trofi mereka. Mereka mencoba membangun harapan untuk setidaknya mengambil lagi trofi Premier League yang sempat singgah di Etihad Stadium sambil mencari celah memenangkan trofi lain. Mereka sadar bahwa mereka merasa cukup kuat untuk merengkuh treble seperti tahun 1998-1999 silam.
Untuk melanggengkan harapan itu, United memang tak sungkan merogoh kocek untuk mendatangkan pemain handal musim ini. Kedatangan pemain terbaik Bundesliga, Shinji Kagawa, dan pemain terbaik Premier League, Robin van Persie, bukan semata untuk meraih kampiun Premier League, melainkan untuk menjadi juara di kompetisi lain. Harapan yang terlalu tinggi.
Harapan itu memang terlalu tinggi karena menjuarai Premier League bukan perkara sederhana yang tanpa pengorbanan. Mereka berhasil bertengger di pucuk Premier League sejak 27 November 2012 silam dan masih betah berada di sana. 15 poin jaraknya dari juara bertahan Premier League, Manchester City. Ini bukan perkara mudah karena banyak yang harus diterima daripada disesali.
Prestasi Manchester United yang gemilang di Premier League tak dibarengi dengan performa yang sama di kompetisi lain. League Cup yang hilang terlebih dahulu dari pandangan fans United. Adalah Chelsea yang mengagalkan impian United untuk bisa meraih treble atau bahkan quadruple, jika Anda ingin dibilang mimpi di siang bolong di tengah terminal bus antar kota. United hanya bisa melangkah sampai 4th Round setelah sempat menang melawan Newcastle United dan kemudian takluk 4-5 di kandang Chelsea.
Asa ingin menggapai puncak tahta Champions League pun hilang seiring waktu berjalan. Kebanyakan fans United paling menyangsikan kesempatan ini. Masih terekam dalam benak tiap fans United, kekalahan dari Real Madrid di kandang sendiri menjadi memori buruk mereka. Beberapa fans bahkan masih menyalahkan Cuneyt Cakir, wasit laga tersebut, yang dianggap kontroversial. Namun, takdir tidak lolos ke perempat final Champions League tak akan berubah.
Senin lalu kembali menggarisbawahi berhentinya kedigdayaan United di kancah selain Premier League. Lagi-lagi, Chelsea menghentikan United di perempat final FA Cup. Setelah bermain dengan penuh kelabilan di Old Trafford dengan hasil 2-2, hasil pertandingan replay di Stamford Bridge kemarin lebih menyesakkan. Gol semata wayang dari Demba Ba benar-benar memupus harapan merengkuh double musim ini bagi United.
Semua orang yang bicara United adalah tim yang buruk di luar Premier League perlu diamini karena memang seperti itu keadaannya. Fans United yang berkelakar bahwa United adalah tim terkuat Eropa musim ini harusnya sudah menutup mulut mereka dari sejak gagal di Champions League. Namun, salah bila orang menganggap United bermain butut di Premier League dan menang karena beruntung. Pernyataan ini harusnya menjadi konklusi lain yang kontradiktif bahwa tim-tim lain nyatanya lebih buruk dari United.
77 poin yang berhasil dikantongi United adalah pembuktian United. Bisa saja United bermain buruk, namun United konsisten untuk tetap menang denga keburukannya. 18 laga terakhir dilewati United dengan minimal mengambil 1 poin tiap laga. Rekor ini mungkin saja berhenti di pekan-pekan selanjutnya saat menemui lawan berat, seperti City, Arsenal, dan Chelsea. Namun, ada juga kemungkinan mereka bisa melewati rekor mereka sendiri, 91 poin dalam satu musim pada tahun 1999-2000. Satu kaki telah United injakkan di podium juara Premier League.
Trofi Premier League bukan suatu hal yang mudah untuk didapatkan apalagi untuk ke-20 kalinya. Banyak tim yang mengidamkannya bertahun-tahun. Banyak tim yang rindu mengangkatnya dan membawanya keliling kota. Banyak pemain yang rela pindah ke klub lain hanya untuk dikalungi medali emas oleh CEO Barclays. Sudah saatnya Manchester United menyeka wajah mereka dan mulai bersyukur.
0 komentar:
Post a Comment