
Hakim tak bisa dipaksa menerapkan denda maksimal sebesar Rp 500 ribu untuk sepeda motor dan Rp 1 juta untuk mobil.
Menurut Matheus, hakim memiliki pertimbangan tersendiri dalam memutuskan sebuah perkara. Termasuk dalam sidang penyerobot jalur Transjakarta, Jumat (29/11) pekan lalu.
Denda maksimal memang belum diterapkan bagi mereka yang melanggar. Pertimbangannya karena kebijakan sterilisasi jalur Transjakarta baru tahap sosialisasi.
Apalagi kondisi kemacetan dan sarana transportasi publik di Jakarta yang belum memadai. "Jadi, begini ya. Soal denda itu kan jadi kemandirian hakim. Berapa pun besarnya itu jadi keputusan hakim. Dan, hakim itu tidak bisa ditekan oleh perintah atasannya, Pemerintah Provinsi DKI, atau lainnya," kata Matheus kepada detikcom di kantornya, Jumat pekan lalu.

Namun Matheus memastikan bahwa, keputusan hakim ini tetap mengakomodir keinginan berbagai pihak termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan masyarakat pengguna jalan. Yang penting, katanya, dalam program sosialisasi ini sisi pembelajaran serta evaluasi yang perlu dilakukan.
Pembenahan budaya disipilin dan tidak melanggar harus diterapkan. "Kalau misalkan nanti melanggar berulang-ulang ya mungkin bisa langsung denda maksimal," kata Matheus.
Wakil Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Poliri Sambodo Purnomo pun memastikan tak ada denda Rp 1 juta untuk penyerobot jalur Transjakarta.
Menurut Sambodo, sesuai pasal 287 ayat 1 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, denda maksimal untuk pelanggaran rambu lalu lintas yakni sebesar Rp 500 ribu.
Kesalahan menyerobot jalur busway termasuk dalam pelanggaran ini. “Semua yang diomongin media itu salah, kita tidak pernah mengenal pasal yang denda Rp 1 juta, yang ada Rp 500 ribu dan berlaku sama baik untuk roda dua maupun roda empat ,” kata Sambodo kepada detikcom Jumat pekan lalu.
0 komentar:
Post a Comment