Bambang Purnomo, 2006. Kedudukan dan Sejarah Ilmu Penyakit Hutan, Faperta Unib.1
I KEDUDUKAN DAN SEJARAH ILMU PENYAKIT HUTAN
1. Pengertian dan kedudukan ilmu penyakit hutan
Pengertian secara umum dari penyakit tumbuhan adalah suatu perubahan atau
penyimpangan dari rangkaian proses fisiologi penggunaan energi yang mengakibatkan hilangnya
koordinasi fisiologi di dalam tubuh tumbuhan, termasuk gangguan aktivitas seluler yang
ditunjukan oleh perubahan morfologi dan menimbulkan kerusakan (kerugian). Ilmu penyakit
tanaman hutan mempelajari rangkaian proses penyimpangan (perubahan) fisiologi pada tanamantanaman
penyusun hutan dan upaya pengelolaannya. Di dalam profesi kehutanan, mempelajari
kerusakan berarti mempelajari ilmu pengetahuan dan mempelajari pengelolaan berarti
mempelajari seni. Sebagai ilmu, penyakit tanaman hutan mempelajari proses dan sifat-sifat
kerusakan tanaman. Sebagai seni, penyakit tanaman hutan merupakan bagian dari ilmu kehutanan
yang mengembangkan prinsip-prinsip dasar pencegahan dan manajemen kerusakan tanamantanaman
penyusun hutan.
Subyek bahasan dalam ilmu penyakit tanaman hutan pada tulisan ini terdiri atas:
1. Faktor-faktor biotik dan abiotik yang menyebabkan tanaman-tanaman hutan menjadi
sakit
2. Mekanisme penyimpangan faktor-faktor biotik dan abiotik sehingga menyebabkan
penyakit pada tanaman
3. Interaksi antara tanaman hutan dengan faktor-faktor penyebab penyakit
4. Metode pengelolaan hutan untuk mencegah dan mengurangi kerugian akibat
penyakit.
Kerusakan tanaman hutan dapat disebabkan oleh faktor biotik (hewan, tumbuhan, dan
mikroba) dan faktor-faktor abiotik (fisik, kimia). Faktor biotik yang tergolong binatang sebagai
organisme penyebeb kerusakan disebut hama, sedangkan yang bukan binatang (mikroba dan
tumbuhan) tetapi hidup pada dan atau di dalam tubuh tanaman penyusun hutan. disebut patogen.
Semak belukar atau tumbuhan lain yang hidup di sekitar tanaman utama penyusun hutan disebut
gulma, sedangkan dalam hal ini tanaman utama penyusun hutan disebut inang.
Ilmu yang mempelajari semua penyebab kerusakan hutan sekaligus adalah ilmu
perlindungan hutan, sehingga ilmu penyakit tanaman hutan merupakan cabang dari ilmu
perlindungan hutan. Di negara maju ilmu yang mempelajari penyakit pada kayu setelah ditebang
dipelajari di dalam ilmu penyakit hasil hutan. Bidang kehutanan merupakan bagian dari bidang
pertanian, sehingga ilmu penyakit tanaman hutan juga merupakan bagian dari ilmu penyakit
tumbuhan secara umum. Oleh karena itu prinsip-pronsip dasar pengelolaannya juga tidak banyak
berbeda. Pelaksanaan pengelolaan hutan umumnya dibatasi oleh nilai ekonomi hutan dan hasilnya
yang lebih rendah dibanding nilai hasil pertanian karena lamanya rotasi pengelolaan hutan
(puluhan tahun). Oleh karena itu, strategi pencegahan menggunakan metode yang selaras dengan
kegiatan dan pengelolaan hutan merupakan pilihan yang diutamakan dalam pengelolaan penyakit
tanaman hutan.
Bambang Purnomo, 2006. Kedudukan dan Sejarah Ilmu Penyakit Hutan, Faperta Unib.2
2. Perkembangan ilmu penyakit tanaman hutan
Ilmu penyakit tanaman hutan pertama kali dipelajari pada pertengahan abad 19. Robert
Hartig (1830-1901) merupakan orang Jerman yang untuk pertamakalinya mempelajari hubungan
antara fungi (jamur, cendawan) dengan kayu lapuk dan badan buah yang terbentuk pada batang
tanaman yang bersangkutan. Di Kanada baru tahun 1908-1925 oleh Jonhn Dearness dan ahli-ahli
lain mengumpulkan dan mengidentifikasi organisme penyebab penyakit di hutan Ontario dan
Quebec. Akibat perang dunia dan perkembangan pasar dunia, organisme penyebab penyakit
menyebar ke mana-mana yang mengakibatkan kerusakan-kerusakan hutan. Sebagai contoh,
penyakit dutch elm dan chesnut blight di Amerika utara dan Eropa, blister rust (cacar) pada daun
pinus di Amerika utara menyebar secara besar-besaran ke benua lainnya dan merusak tanamantanaman
hutan di tempat baru. Kerusakan yang sangat membahayakan hutan ini menjadi pemicu
semangat untuk mempelajari dan melakukan penelitian mengenai penyakit tanaman hutan.
Sejarah penyakit tanaman hutan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu
penyakit tumbuhan secara umum. Menurut Hadi (2001) dalam bukunya yang berjudul ‘Patologi
Hutan’, perkembangan ilmu penyakit tanaman hutan dibedakan menjadi empat periode.
1. Periode sebelum tahun 1960
Gagasan mempelajari ilmu penyakit tanaman hutan di Indonesia dicetuskan pertama kali
oleh Prof.Dr.Ir. Toyib Hadiwijaya pada saat menjabat dekan fakultas Pertanian di Bogor di
lingkup Universitas Indonesia. Pada waktu itu hutan yang utama diusahakan adalah hutan
jati (Tectona grandis). Tanaman hutan selain jati yang sudah mulai diusahakan secara
monokultur yaitu damar (Agatis dammara), tusam (Pinus merkusii), kesambi (Schleichera
oloesa), sonokeling (Dalbergia latifolia), mahoni (Swietenia macrophylla), sengon
Bambang Purnomo, 2006. Kedudukan dan Sejarah Ilmu Penyakit Hutan, Faperta Unib.3
(Paraserianthes falcataria), puspa (Schima noronhael), akasia mangium (Acasia mangium)
dan akasia (Acasia decurrens).
Penyakit tanaman yang menarik perhatian pada periode sebelum 1960 adalah penyakit karat
(Aecidium fragiforme) pada damar, lapuk kayu teras (LKT), dan penyakit kecambah benih
dan bibit yang disebabkan oleh Pythium spp., Phytophthora spp., Rhizoctonia solani, dan
Fusarium spp. Mikoriza sebagai fungi yang bersimbiose dengan akar tanaman hutan juga
telah dibicarakan dalam matakuliah silvikultur, tetapi penyakit tanaman hutan belum pernah
dibicarakan meskipun di fakultas Kehutanan.
2. Periode tahun 1960-1970
Pada periode 1960-an dipelopori oleh Prof. Dr. Ir. Soetrisno Hadi. Pada tahun 1961 penyakit
layu yang diduga disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum diketahui merusak
pertanaman jati berumur setahun sekitar 30% di Purwakarta Jawa barat. Pada tahun 1967,
lapuk kayu teras banyak dijumpai pada tanaman yang masih tegak di hutan. Pengamatan dan
penelitian penyakit tanaman hutan periode 1960-1970 akhirnya dilaporkan pada ‘Simposium
Regional Asia Tenggara Penyakit Tumbuhan di Daerah Tropis’ yang diselenggarakan di
Yogyakarta pada tahun 1972.
3. Periode 1970-1980
Pada dasa warsa 1970-1980 penelitian penyakit tumbuhan hutan mulai dilakukan, tetapi
masih pada penyakit semai atau bibit di rumah kaca. Ektomikoriza dipelajari dari segi
bagaimana lingkungannya, tipe tanah, dan pemupukan yang berpengaruh terhadap
perkembangannya. Pada tahun 1976 penyakit tanaman hutan telah dilaporkan pada
simposium yang membicarakan masalah hama dan penyakit tanaman hutan di Asia
Tenggara yang diselenggarakan di Biotrop Bogor.
4. Periode setelah 1980
Pada dekade 1980-1990 patologi hutan mulai dikembangkan di Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada. Setelah tahun 1984 penyakit tanaman hutan boleh dikatakan telah
mendapat perhatian tersendiri seiring dengan banyaknya hutan tanaman industri (HTI) yang
dikembangkan Indonesia. Oleh karena itu, tulisan ini juga merupakan sebagian dari bentuk
perhatian kita terhadap penyakit hutan.
Thursday, November 28, 2013
Home »
Laporan Praktikum
» KEDUDUKAN DAN SEJARAH ILMU PENYAKIT HUTAN
0 komentar:
Post a Comment