LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR
PERLINDUNGAN TANAMAN
“Mengukur Berat Serangan”
Oleh :
Nama : Inggi Pamungkas
NPM : E1J010092
Prodi : Agroekoteknologi
Hari/tanggal : Rabu/23 nov 2011
Jam : 14.00 – 16.00 WIB
Dosen pembimbing : Ir. Djamiliah, M.p
Co-ass : yudhi adi putra
LABORATORIUM ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan pengendalian dimaksudkan sebagai usaha untuk mencegah atau membatasi
kerugian ekonomis akibat terganggu. Tindakan harus dilandasi dengan pertimbanganpertimbagan
ekonomis, sehingga tindak tersebut benar-benar menguntungkan bagi kita. Oleh
karena itu, sebelum melakukan tindakan pengandalian , terlebih dahulu perlu dilakukan
pengamatan untuk menentukan tingkat kerusakannya.
Prinsip tingkat kerusakan ditentukan dengan berapa besar tanaman atau bagian
tanaman yang rusak oleh suatu pengganggu dibandingkan dengan besaran seluruh
pertanaman atau bagian tanaman yang ada. Tingkat kerusakan dapat dinyatakan dalam
persen (5), proporsi (bagian), atau sekarang. Penggunaan skoring hanya sesuai dengan
kenyataan jika pertimbangan antara tingkat kerusakan dengan tingkat kerugian tanaman.
Metode penentuan berat seranggan sulit dibuat secara umum semua jenis gangguan,
karena banyaknya faktor yang mempengaruhinya, misalnya ; jenis tanaman dan bagian
tanaman yang sakit, penganggu yang menyerang, cara serangannya, ligkungan yang
membantu dan yang menghambat. Metode penentu menjadi tepat jika nilai berat serangan
setara dengan yang kerugian. Pada prinsipnya menggunakan rumus umum bahwa berat
serangan sama dengan ratio antara kuantitas bagian yang rusak dengan kuantitas seluruh
bagan X = bk/bt x 100% dengan hati lambang X= berat serangan, bk = besaran kerusakan,
dan bt = besaran tanaman atau bagiannya yang diamati.. Kerusakan yang sulit diukur secara
langsung besarnya dapat dilakukan uji pendekatan dengan cara skoring kemudian dihitung
berdasarkan indeks serangan McKinney (1923) yang dipopulerkan oleh Townsed dan
Humberger (1943) sehingga dikenal sebagai rumus Townsend dan Huberger, yaitu sebagai
berikut :
X = Σ nv
Zn
dengan arti simbol : X = berat serangan; n = jumlah anggota sample tiap kategori skoring, ; V
= nilai numerik tiap kategori yang diamati ; N = jumlah keseluruhan anggota sample Z; Z =
nilai numerik tinggi pada kategori skoring yang dibuat.
Contoh skoring akibat serangan berupa bercak daun dengan toleransi 1-2 bercak per tanaman
SKOR KRITERIA
0
1
2
3
4
5***
Tidak ada gejala */keruskaan smaa sekali atau ada hanya 1-2 bercak pada seluruh
daun pada tanaman
Kurang dari separuh daun *bergejala**/rusak
kurang lebih dari separuh daun bergejala/rusak
kurang dari separuh daun tidak bergejala/tidak rusak
Hanya 1-2 daun saja yang tidak bergejala/tidak rusak
Seluruh daun bergejala / rusak atau tanaman mulai menunjukkan kematian
Ket. • Dalam praktek, kata daun sebagai anggota sample dapat diganti dengan kata
cabang, buah, tanaman dan lan-lain tergantung unit samplingnya.
** Dalam praktek kata gejala dapat diganti dengan nama gejala penyakit atau
kerusakan hama yang diamati, misalnya : bercak, berlubang, menggulung, busuk,
layu, keriting dan lainnya.
*** Nilai numerik tertinggi tida harus 5 tetapi dipertimbangkan dengan perbedaan
nyata antara perubahan fisik tanaman dengan nilai kerugian tanaman.
2.1 Tujuan
Untuk dapat menaksir berat serangan atau tingkat kerusakan pada suatu petanian yang
mengalami gangguan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Empat langkah yang dipergunakan mengatasi permasalahan hama (terutama serangga)
adalah (1) identifikasi jasad pengganggu, (2) mengukur kuantitas pengaruh jasad pengganggu
terhadap tanaman, (3) mempertimbangkan apakah pengelolaan diperlukan, dan (4)
menerapkan taktik pengelolaan hama yang tepat. Jika yang diamati adalah hama sebagai
individu, maka tekanannya adalah pada identifikasinya, namun dalam menghadapi
permasalahan hama maka wawasan harus diperluas sampai menjangkau kemungkinan
pengelolaan dan kendala yang muncul untuk jasad dan komoditas yang berbeda.
Pengelompokan komoditas biasanya didasarkan pada luas areal atau nilai produksi,
tetapi seperti yang terlihat di atas pengelompokan juga dapat didasarkan pada strategi praktis
menghadapi jasad pengganggunya. Memang harus diusahakan agar penentuan jasad
pengganggu yang paling penting dilakukan secara obyektif (bukan karena lebih banyak
dikenal, mudah dihadapi, terdapat cara pengelolaan yang mudah dll.). Pengelompokan seperti
yang disampaikan dalam komoditas mungkin juga harus diperhatikan sungguh-sungguh.
Hama yang selalu ada dalam jumlah besar dan merugikan memang penting, tetapi boleh jadi
terdapat hama kadang-kadang yang tidak kalah penting artinya pada saat-saat tertentu. Arti
penting jasad pengganggu dapat bervariasi mengikuti wilayah geografis/ekologis tertentu
atau waktu/musim tertentu.
Salah satu hal yang juga perlu dipahami adalah bahwa meskipun pengelolaan hama
dapat ditinjau sebagai suatu masalah tersendiri, namun semua konsep pengelolaan hama
diselenggarakan dalam konteks sistem produksi. Dalam pertanian, sistem produksi tersebut
berbasis pada suatu komoditas tunggal. Jasad pengganggu yang berada pada kondisi/sistem
yang berbeda menghendaki cara penanganan yang berbeda pula.
Selanjutnya perlu diingat bahwa komoditas yang memiliki arti penting, pastilah telah
memiliki catatan yang cukup lengkap mengenai berbagai jenis jasad pengganggu yang
menyerangnya. Persoalan kita adalah bagaimana memperoleh informasi tersebut secara cepat
dan benar, sehingga kita perlu mengetahui instansi/dinas/satgas atau laboratorium mana yang
memiliki informasi jenis jasad yang kita hadapi pada tanaman/komoditas tertentu tersebut.
Terdapat Balai Penelitian, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Laboratorium Lapangan sampai
ke Perguruan Tinggi yang menyediakan berbagai gambar, kunci identifikasi, contoh/sampel
dan berbagai keterangan mengenai berbagai jenis jasad penganggu. Sumber informasi
semacam ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Selain itu, untuk kepentingan
pemahaman mata kuliah ini, praktikum telah diusahakan agar dapat memperkenalkan
mahasiswa dengan situasi lapangan yang sesungguhnya. Hama-hama tanaman
pangan/hortikultura, tanaman perkebunan, hama-hama urban dan pascapanen telah diberikan
sebagai obyek kajian praktikum pada mata kuliah ini. Selanjutnya untuk lebih memahami
gejala kerusakan, jenis OPT, bentuk, ukuran, dan penampilan fisik lainnya, mata kuliah
Klinik Hama dan Penyakit akan sangat berguna untuk mengenal hal-hal tersebut lebih jauh
dan lebih rinci.
Pemaparan yang lebih komprehensif jasad demi jasad akan diberikan melalui mata
kuliah Hama dan Penyakit Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Pascapanen.
Hama Tanaman Pangan. Dalam istilah bahasa Inggris, digunakan frasa "Agronomic Pests",
yang cakupannya lebih luas dari pemenuhan kebutuhan pangan. Di Indonesia, tekanannya
adalah pengadaan pangan, sehingga pengganggu proses inilah yang terpenting, jadi istilahnya
"Hama Tanaman Pangan". Tanaman pangan yang dipentingkan adalah penghasil bahan
makan pokok, yang di bumi ini hampir 80% dipenuhi oleh bijian serealia (anggota familia
Poaceae atau Graminae : beras, gandum, jagung, shorgum, millet, jali dll. ), selain juga
dipenuhi oleh umbian atau akar (Convolvulaceae : ubi jalar, Dioscoreaceae : ubi ungu,
gadhung, gembolo, gembili; Cannaceae : talas, garut; Euphorbiaceae : ketela pohon;
Solanaceae : kentang), tepung batang (Arecaceae atau Palmae : aren, sagu), dan buah
(Moraceae : sukun, Musaceae : pisang). Terlihat bahwa kebanyakan tanaman pangan yang
ada merupakan sumber karbohidrat, sehingga ketertarikan jasad pengganggu hama dapat
diperhitungkan melalui sifat ini. Jenis tanaman pangan yang lain ada yang merupakan sumber
protein dan minyak, misalnya kedelai dan kacang-kacangan. Pola jenis hamanya menjadi
berbeda dengan kelompok pertama.
Namun salah satu ciri yang cukup jelas adalah bahwa kebanyakan tanaman pangan
merupakan tanaman semusim (annual, biennial). Dengan demikian jenis tanaman ini
kebanyakan akan dibongkar sesudah menghasilkan, sehingga perkembangan jasad herbivora
yang mengikutinya akan menyesuaikan diri dengan kondisi ini. Jasad pengganggu yang
menyerangnya umumnya berumur lebih pendek daripada daur tanamannya, atau kalaupun
berumur lebih panjang, maka perlu tersedia pakan pengganti sehingga tidak kehabisan
makanan. Pada kenyataannya, penyesuaian diri banyak jenis jasad pengganggu telah
demikian baik sehingga terdapat hama yang menyerang pada masa yang amat pendek saja,
misalnya walang sangit.
Perkembangan penyesuaian yang terjadi antara tanaman semusim dengan jasad
pengganggunya telah berlangsung demikian lama, sehingga lingkungan pertanaman
merupakan suatu ekosistem tersendiri dengan ciri tertentu. Julukan "agroekosistem" mengacu
kepada proses yang telah berjalan lama, yang menyatukan sitindak antara hama--tanaman--
jasad lain dan komponen abiotik yang ada di dalamnya. Komponen abiotik ini sedikit banyak
juga berada di bawah pengaruh manusia : tanah yang dipetak-petak dan dikendalikan
kesuburannya, air yang diatur alirannya. Sedang komponen biotik yang diatur dengan cermat
umumnya hanya tanamannya, sementara komponen biotik lainnya lalu menyesuaikan diri
dengan irama tersebut. Pendekatan pengaturan untuk komponen biotik yang lain ini acapkali
jauh dari cermat : diusir, dibunuh, dianggap komponen yang "tak berperan", sehingga
perlakuan terhadap mereka lebih menuju upaya pemusnahan untuk mengunggulkan satu
komponen biotik saja, yaitu tanaman.
Upaya pendekatan pengaturan yang semacam ini menyebabkan kondisi "berat
sebelah" dalam agroekosistem. Oleh karena itu pendekatan yang seharusnya dilakukan adalah
mempertimbangkan sistem pertanaman secara komprehensif, secara holistik, atau
menerapkan suatu sistem Pengelolaan Hama Terpadu. Di negeri kita, tanaman pangan yang
memiliki posisi politis yang strategis tidak dapat hanya dikelola dengan pendekatan teknis
peningkatan produksi saja,melainkan juga secara lengkap mempertimbangkan faktor-faktor
lain yang ikut menentukan keberhasilan pertanaman baik secara teknis maupun non-teknis.
Ini dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip PHT, pemantauan terhadap berbagai kondisi
ekosistem, baik pertanaman (ekologi, biologi) maupun sosial-ekonomi.
Jadi pertimbangan komoditas pangan sebagai dasar strategi pengelolaan hamanya,
sebagaimana halnya strategi untuk komoditas-komoditas lainnya, mengacu pada :
1. Sifat komoditasnya, baik sifat agronomi, ekologi maupun ekonominya
2. Kondisi lingkungan pertanamannya
3. Pemahaman dan ketersediaan teknologi pengelolaannya.
Hama Tanaman Perkebunan. Pada komoditas perkebunan, nilai ekonomi merupakan
pertimbangan yang amat penting karena memang komoditas perkebunan umumnya ditanam
untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Sifat berikutnya yang penting adalah jenis tanaman
perkebunan yang kebanyakan perennial, dan diusahakan pada hamparan yang amat luas
secara monokultur dengan bentuk agroekosistem yang memiliki keanekaragaman agak lebih
banyak daripada tanaman pangan. Sifat ketiga, berhubungan dengan usaha taninya. Banyak
perkebunan yang lebih merupakan usaha besar dibanding perkebunan rakyat, sehingga model
pengelolaannya memang mengutamakan efisiensi ekonomi.
Serangan diartikan sebagai bentuk aktivitas OPT untuk menimbulkan kerusakan pada
tanaman sedangkan kerusakan adalah efek dari aktivitas OPT pada tanaman dan biasanya
ditinjau dari segi fisiologis dan ekonomis. Kerusakan tanaman karena serangan OPT sangat
beragam tergantung pada gejala serangannya, sehingga dikenal kerusakan mutlak atau
dianggap mutlak dan tidak mutlak. Kerusakan mutlak adalah kerusakan yang terjadi secara
permanen / keseluruhan pada tanaman bagian tanaman yang akan dipanen, misalnya
kematian seluruh jaringan tanaman dan layu, sedangkan yang dianggap mutlak seperti
terjadinya busuk, rusaknya sebagian jaringan tanaman sehingga tanaman atau bagian tanaman
tidak produktif lagi. Kerusakan tidak mutlak, kerusakan sebagian tanaman seperti daun,
bunga, buah, ranting, cabang dan batang.
Berdasarkan Buku Pedoman Pengamatan Dan Pelaporan Perlindungan Tanaman
Pangan tahun (1992 : 10) untuk menghitung kerusakan mutlak dapat menggunakan rumus
sebagi berikut :
A A
I = X 100% atau I = X 100%
A + B C
Keterangan : I = Intensitas serangan (%)
A = Banyaknya Contoh (Daun, Pucuk, Bunga, Buah, Tunas, Tanaman,
Rumpun Tanaman) Rusak Mutlak Atau Dianggap Rusak Mutlak
B = Banyaknya Contoh Yang Tidak Terserang (Tidak Menunjukkan Gejala
Terserang)
C = Jumlah Keseluruhan Contoh yang Diamati
Rumus ini digunakan untuk menilai serangan OPT yang menyebabkan kerusakan
mutlak atau dianggap mutlak pada tanaman (tunas, malai, gabah) atau rumpun. Rumus untuk
menghitung kerusakan tidak mutlak adalah :
z
Σ (ni X vi)
i=0
I = X 100%
Z N
Keterangan : I = Intensitas Serangan
ni = Jumlah Tanaman atau Bagian Tanaman Contoh dengan Skala
Kerusakan vi
vi = Nilai Skala Kerusakan Contoh ke-i
N = Jumlah Tanaman atau Bagian Tanaman Contoh yang Diamati
Z = Nilai Skala Kerusakan Tertinggi
Nilai skala kerusakan beberapa jenis OPT penting pada beberapa tanaman pangan
(padi dan jagung) yang sering digunakan oleh pengamat lapangan adalah sebagai berikut
(Sunoto, 2003) :
1 = Serangan / kerusakan kurang dari 25 %
2 = Serangan antara 25 – 50 %
3 = Serangan antara 50 – 75 %
4 = Serangan > 75 %
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bahan Dan Alat
Tanaman jarak dengan macam-macam serangan penganggu
penggaris.
3.2 Cara kerja
1. Menentukan tipe kerusakan pada petak petanamanan yang ada apakah proposional
dengan tingkat kerugian atau tidak, jika kerusakan tidak proporsional dengan
segaja/kerusakan, jika kerusakannya proposional dengan tingkat kerugian, melakukan
pengukuran secara langsung dengan membandingkan kualitaasnya dalam pratikum ini
melakukan dua-duanya.
2. Menentukan nilai sampling (tanaman sampel) secara acak atau stratum.
3. Mengamati dan mencatat merusakannya menurut tipe kerusakaan dan jenis
penganggunya.
4. Menentukan berat serangan dengan perhitungan berdasarkan hasil pengamatan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
1. Nama tanaman
2. Nama tipe kerusakan / gejala
3. Unit sampling (jumlah tanaman)
4. Cara pengamatan
5. Jenis penganggu
6. Tabel hasil pengamatan
:
:
:
:
:
:
Jarak
Tipe injuri (daun berlobang)
54 tanaman
1. secara lansung
2. secara skoring
Hama
Ciri-ciri
1. Tinggi tanaman + 1 m dengan daun > 5 lembar 0
2. Tinggi tanaman + 1 m dengan daun > 5 lembar 1
3. Tinggi tanaman antara 0,5 m - 1m dengan daun > 3 lembar 2
4. Tinggi tanaman antara 0,5 m - 1m dengan daun > 3 lembar 3
5. Tinggi tanaman < 0,5 m dan masih berdaun 4
6. Tinggi tanaman < 0,5 m dan sudah tidak berdaun berdaun 5
7. Batang utama sebagian mengering tetapi masih berdaun 6
8. Batang utama sebagian mengering dan sudah tidak berdaun berdaun 7
9. Batang utama kering atau tanaman mati 8
No 1 2 3 4 5 6 ΣnV
1 4 4 8 2 4 4 26
2 4 4 4 2 8 2 24
3 2 4 4 2 2 8 22
4 4 2 2 4 4 4 20
5 5 5 4 4 4 2 24
6 4 4 3 0 2 2 15
7 3 2 0 2 2 2 11
8 1 2 2 2 2 2 11
9 2 3 2 3 2 2 14
7. Perhitungan Rata-Rata serangan perbaris:
X1 = 26 x 100% = 54,16 % X8 = 11 x 100% = 22,91 %
8x6 8x6
X2 = 24 x 100% = 50 % X9 = 14 x 100% = 29,16 %
8x6 8x6
X3 = 22 x 100% = 45,83 %
8x6
X4 = 20 x 100% = 41,66 %
8x6
X5 = 24 x 100% = 50 %
8x6
X6 = 15 x 100% = 31,25 %
8x6
X7 = 11 x 100% = 22,91 %
8x6
= 54,16% + 50% + 45,83% + 41,66% + 50% + 31,25% + 22,91% + 22,91% + 29,16%
9
= 347,88 = 38,65%
9
4.2 Pembahasan
Pada pengertian patogen telah dijelaskan bahwa patogen merupakan organisme yang
mengakibatkan tanaman menderita. Menderita dalam arti umum adalah merasakan sakit dan
gelisah, akan tetapi tumbuhan tidak dapat merasakan sakit dan gelisah. Tumbuhan
mengekpresikan penderitaan tersebut kepada kita berupa perubahan proses fisiologi yang
terus menerus (kontinyu) dan perubahan struktural. Oleh karena itu, tumbuhan yang
mengalami perubahan kontinyu pada proses fisiologi dan strukturannya dikategorikan
sebagai tumbuhan yang menderita penyakit. Proses perubahannya disebut penyakit atau
secara umum disebut gangguan. Penyebab peyakit atau penyebab gangguan disebut patogen,
dan ekspresi perubahan tanaman disebut gejala. Oleh karena itu, pemberian nama penyakit
secara umum dapat didasarkan kepada nama patogen, nama gejala, nama bagian tanaman
yang bergejala atau kombinasinya dan keterangan lain, misalnya :
Rata-rata berat
serangan
(1) Penyakit layu bakteriartinya penyakit yang gejalanya layu, disebabkan oleh bakteri
patogen.
(2) Penyakit bercak daun artinya penyakit dengan gejala berupa bercak dan bagian tanaman
yang berbercak pada daun.
(3) Penyakit busuk kaki hitam artinya penyakit yang gejalanya busuk, bagian tanaman yang
membusuk pada batas antara batang dan akar (kaki) dengan warna hitam pada bagian
yang membusuk tersebut.
Semua patogen memulai melakukan serangan pada tingkat pertumbuhan vegetatif. Dengan
demikian, spora jamur dan biji tumbuhan parasitik harus berkecambah terlebih dahulu. Untuk
melakukan perkecambahan diperlukan suhu yang sesuai dan kelembaban dalam bentuk
lapisan air pada permukaan tanaman. Keadaan basah atau bentuk lapisan air ini harus
berlangsung cukup lama sampai patogen mampu masuk atau melakukan penetrasi ke dalam
sel atau jaringan. Jika hanya berlangsung sebentar maka patogen akan kekeringan dan mati,
sehingga gagal melakukan serangan.
Pada serangga parasit (parasitoid) dapat berkembang selama siklus hidupnya pada suatu
inang. Hymenoptera termasuk ordo serangga yang pada umumnya merupakan parasitoid dari
bermacam-macam serangga hama dan terdapat pada beberapa spesies dari ordo diptera.
a. Berdasarkan cara menyerangnya parasitoid dibedakan menjadi :
1. parasitoid primer yaitu parasit yang memarasit serangga hama
2. parasitoid sekunder yaitu parasitoid yang memarasitoid parasit primer
3. parasitod tersier yaitu parasitoid yang memarasit parasitoid sekunder
4. hiperparasitoid adalah peristiwa dimana parasitoid memarasit parasitoid
b. Berdasarkan pada jumlah parasitoid yang memarasit inang
1. parasitoid soliter yaitu parasitoid yang memarasit sendiri-sendiri
2. parasitoid gregarius yaitu dalam satu inang terdapat lebih dari satu parasitoid.
Parasitoid gregarious dibagi menjadi 2 macam :
1. superparasitisme yaitu peristiwa dimana satu inang diparasit oleh beberapa
ekor parasitoid dalam satu species
2. multiparasitisme yaitu peristiwa dimana satu inang diparasiti oleh beberapa
inang dalam species yang berbeda
Parasitoid dapat berkembang selama siklus hidupnya pada stu inang. Disamping itu, serangga
parasit bisa hidup bebas dan tidak merupakan parasit pada sebagian siklus hidupnya.
Parasitoid yang melewatkan hidupnya pada telur inangnya disebut parasit telur
dikenal juga adanya parasit larva, parasit imago, parasit pupa, dll. Contoh dari parasitoid
yaitu Trichogramma spp dari ordo Hymenoptera :
1. Trichogramma yaponicum, parasit telur penggerek batang padi
2. Trichogramma australicum, parasit telur penggerek batang tebu
3. Trichogramma chilitraea, parasit telur chilosp pada tebu dan padi
Perbedaan antara parasitoid dan predator adalah bagi parasitoid inang merupakan
habitatnya sedangkan predator habitatnya bukan mangsa. Parasitoid membutuhkan satu inang
bagi perkembangan untuk menjadi dewasa selama hidupnya. Sedangkan predator
memerlukan lebih dari satu mangasa selama hidupnya. Umumnya predator lebih aktif dari
parasitoid dan memiliki daur hidup yang panjang. Sedangkan parasitoid tidak banyak
bergerak/pasif dan dalam siklus hidupnya lebih pendek dari siklus predator. Selain dari
predator dan parasitoid, patogen juga termasuk ke dalam musuh alami dari hama. Patogen
merupakan agen baik biotik maupun abiotik penyebab sakit.
Agen penyebab penyakit ini terdiri dari :
Bakteri
Bakteri merupakan tumbuhan golongan tingkat rendah yang bersel satu (uniseluler).
Contoh: Bacillus popiliae adalah bakteri yng mengendalikan kumbang popilae yang
menyerang tanaman berupa buah daun dan akar
Cendawan (jamur)
Cendawan juga termasuk ke dalam tumbuhan tingkat rendah. Ada yang bersifat
parasit dan ada yang bersifat saprofit.
Bentuk gangguan yang ditimbulkan jamur dapt bersifat hiperparasit/mikroparasit dan
anatagonistik.yang dimaksud hiperparasit adalah jamur yang memperasit jamur
patogen,sedangkan antagonisti adalah jur yang menhasilkan antibiotik yang berfungsi
untuk menghambat atau membunuh patogen (organisme lain).
Contoh jamur : Entomopthera coronata, jamur yang mengendalikan Myzus periscae
pada tanaman kentang dan Scleropperonospora maydis penyebab penyakit bulai pada
jagung
Virus
Virus merupakan mikroorganisme mikroskopis yang dapat menyebabkan penyakit.
Virus berupa partikel-partikel mikroprotein apabila dipisahkan dari sel-sel inangnya.
Contoh : Nuclear polyhedrosis viruses (NPV), merupakan virus yang menyerang
serangga ordo Lepidoptera, Orthoptera, Coleoptera dan Diptera
BAB V
KESIMPULAN
Setelah melakukan kegiatan partikum atau pengamatan secara langsung dilapangan,
dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
1. Untuk mengukur berat serangan akibat adanya interaksi dari penganggu dapat
dilakukan 2 metode atau pengamaan, yaitu secara langsung dan secara skoring.
2. Pada pengamatan secara langsung diperoleh rata-rata tingkat berat serangan mencapai
38,65 % yang menunjukkan bahwa tingkat kerusakan belum merugikan secara
ekonomis.
3. Pada pengamatan secara secara skoring diperoleh tingkat kerusakan sebesar , yang
menunjukan bahwa tingkat kerusakan adalah sangat kecil dan atau dapat dikatakan
bahwa belum terjadi kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Purnomo, Bambang, 2009 Penuntun Pratikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman,
Universitas Bengkulu ; Bengkulu
Tkiharso, 1994. Dasar-Dasar Perindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
0 komentar:
Post a Comment