PENDAHULUAN
Industri tahu merupakan
industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota besar dan kecil. Tahu
merupakan makanan yang digemari oleh banyak orang. Akibat dari banyaknya
industri tahu, maka limbah hasil proses pengolahan banyak membawa dampak terhadap
lingkungan.
Besarnya beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan
yang cukup serius terutama untuk perairan disekitar industri tahu. Teknologi
pengolahan limbah tahu yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan limbah
sistem anaerob. Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya
sekitar 70-80 %, sehingga air lahannya masih mengandung kadar polutan organik
cukup tinggi, serta bau yang ditimbulkan dari sistem anaerob dan tingginya
kadar fosfat merupakan masalah yang belum dapat diatasi.
Menurut Eddy Prihantoro, 2010, di Indonesia terdapat
84.000 unit pengusaha tahu dengan kapasitas 2,56 juta ton kedelai per tahun.
Pengusaha tahu membuang imbah cair 15 – 20 l/kg kedelai, dengan beban TSS 30
g/kg, BOD 65 g/kg dan COD 130 g/kg kedelai (Oliver Mangara Tua B, 2010).
Sedangkan menurut Krus Harianto, 1999/2000, limbah cair industri tahu mempunyai
suhu 40 – 60 oC, zat padat tersuspensi 1.000 – 3.000 mg/L, zat padat terlarut
2.000 – 5.000 mg/ L, BOD5 2.000 – 7.000 mg/L, COD 4.000 – 13.000 mg/L, amoniak
0,0 – 30 mg/L, sulfide 0,0 – 10 mg/L dan pH 4 – 5.
Thomas E. Higgins, 1995, menyatakan bahwa ada
delapan cara untuk menanggulangi pencemaran industri yaitu: penggantian cara –
cara pembelian dan pengendalian bahan, pengembangan house keeping,
pengubahan cara produksi, penggantian bahan beracun dengan bahan yang kurang
beracun, mengurangi limbah, memisah-misahkan limbah, daur ulang limbah dan
pengolahan limbah.
Untuk limbah industri tahu ada dua hal yang perlu
diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika
meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan
organik, bahan anorganik dan gas.
Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah
cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C sampai 46 °C.
Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan
biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan
tegangan permukaan.
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya
sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat
berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa
tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan
Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan
10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini
semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena
beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu
tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa
teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang
sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari
industri ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992).
Air buangan industri tahu kualitasnya
bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka
kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah (Nurhasan dan
Pramudya, 1987). Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu
ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu
protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya limbah
cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di peraian
tersebut.
PEMBAHASAN
Limbah cair industri tahu mengandung senyawa organik
cukup tinggi (BOD sekitar 5.000-6.000 mg/lt) dan bersifat biodegradable, Hal
ini menjadi sumber penghasil biogas. Biogas dihasilkan dari proses pengolahan
air limbah tahu yang diproses secara an-aerob. Energi biogas dapat menjadi
sumber energi alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk industri tahu itu sendiri.
Penerapan Teknologi ramah lingkungan dalam upaya
meningkatkan nilai tambah IKM tahu ,dilakukan melalui proses purifikasi biogas.
Teknologi Purifikasi Biogas dimaksudkan untuk menghilangkan gas-gas yang
mengganggu proses pembakaran dan bahaya terhadap lingkungan seperti : uap air,
Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
kemurnian methane (CH4) dalam biogas.
Pada awal penelitian dilakukan karakterisasi biogas,
kemudian pembuatan prototype alat pemurnian. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode adsorpsi bertingkat. Adsorben yang digunakan adalah karbon
aktif, baik pada tanki I maupun pada tanki II. Variabel yang diamati adalah
waktu kontak dan jenis adsorben.
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik awal
kandungan methane dalam biogas sebesar 56,89 % dari 25.920 liter biogas yang
terbentuk dan mengalami peningkatan kemurnian sebesar 17,16% setelah melalui
proses purifikasi. Penggunaan adsorben terbaik adalah karbon aktif – karbon
aktif dengan berat total 6 kg, kecepatan alir biogas 25 lt/menit dan waktu
kontak 170 menit. Kondisi ini belum mencapai batas titik jenuh (isotherm
adsorpsi Freundlich). Peningkatan kemurnian methane (CH4) 17,16% sebagai
bentuk penerapan teknologi ramah lingkungan, yang memberikan manfaat secara
ekonomi, mempunyai nilai tambah pada pengusaha tahu. Apabila dikonversi ke
dalam harga elpiji, akan menghasilkan pendapatan bersih perbulan sebesar. Rp.
349.362,45 yang artinya IKM tahu mendapat manfaat penghematan biaya produksi tahu.
Banyak Industri tahu yang membuang limbah cair yang
cukup banyak dan beban cemaraannya tinggi. Jika limbah cair tahu tersebut tidak
diolah maka akan mencemari lingkungan. Pengolahan limbah cair tahu kebanyakan
menggunakan cara fisis, kemis, biologis dan kombinasinya.Cara tersebut
teknologinya tidak sederhana dan biayanya mahal maka susah bagi industri kecil
untuk melaksanaakannya. Daur ulang limbah cair tahu juga sudah dilakukan
misalnya untuk biogas dan nata de soya. Akan tetapi daur ulang tersebut, masih
menghasilkan beban cemarannya tinggi.
Dalam penelitian ini
telah dilakukan penelitian daur ulang dengan cara mendaur ulangkan
sebagian limbah cair tahu untuk air proses dan air umpan boiler serta
kondensatnya untuk air pencuci setelah ekstraksi. Setelah daur ulang ke tujuh
sisa limbah cair yang tidak didaur ulang dimasukkan ke boiler lalu diuapkan
sampai habis.. Berdasarkan uraian tersebut diatas dirasa perlu untuk dibuat
prototipe daur ulang limbah cair industri tahu yang sekaligus dapat menanggulangi
pencmaran industri tahu. Prototipe yang dibuat hanya ekstraktor (jacketed
vessel) dan boiler sedangkan peralatan proses lainnya menggunakan peralataan
proses pembuatan tahu seperti pada umumnya. Hasil uji coba menunjukkan bahwa
sampai dengan daur ulang ke tujuh, tahu yang dihasilkan masih sesuai SNI
01-3142-1998 dan air yang dihemat 73,5% serta energi yang dihemat 88,8 %..
Berdasarkan evaluasi ekonomi penggunaan bahan bakar LPG pada proses ini tidak
layak sedangkan penggunaan bahan bakar kayu pada proses ini layak.
Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas
nitrogen (N2 ), oksigen (O2 ), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3 ),
karbondioksida (CO2 ) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari
dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan. Biogas
adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan
organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga),
limbah industri yang biodegradable atau limbah organik lainnya yang biodegradable
dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah gas metan
(CH4), karbon dioksida (CO2) dan gas lainnya seperti gas hidrogen sulfida (H2S),
gas nitrogen (N2).
Gas hidrogen sulfida (H2S) merupakan salah satu gas
dari IPAL industri tahu selain gas methan, yang tidak berwarna, berbau seperti
telur busuk, bersifat racun yang amat berbahaya dan mematikan. Cemaran gas H2S
yang berasal dari IPAL industri tahu, ini jumlahnya cukup besar sekitar 1110,7
mg/Nm3. Mengingat gas ini sangat beracun maka perlu dihilangkan sebelum dibuang
ke lingkungan. Salah satu cara penghilangan adalah dengan proses desulfurisasi.
Bio-desulfurisasi
merupakan proses penghilangan sulfur dengan memanfaatkan metabolisme
mikroorganisme, yaitu dengan mengubah hidrogen sulfida menjadi sulfur elementer
dengan katalis suatu enzim hasil metabolisme mikroorganisme sulfur jenis
tertentu, tanpa mengubah senyawa hidrokarbon dalam aliran proses. Reaksi yang
terjadi adalah reaksi aerobik, dan dilakukan dalam kondisi lingkungan
teraerasi. Keunggulan proses ini adalah dapat menghilangkan senyawa sul fur
yang sulit disingkirkan, misalnya alkylated dibenzothiophenes. Jenis
mikroorganisme yang digunakan untuk proses bio-desulfurisasi umumnya berasal
dari Rhodococcus sp dan Thiobacillus sp (NATCO, 2008).
Proses desulfurisasi dapat dilakukan dengan cara
fisika-kimia dan biologi. Desulfurisasi secara fisika-kimia dapat dilakukan
dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut dan dekomposisi senyawa sulfur,
sedang desulfurisasi secara biologi dilakukan dengan Bio-desulfurisasi .
Telah dilakukan penerapan teknologi
bio-desulfurisasi pada IPAL industri tahu di Desa Purwogondo, Kartasura,
Sukoharjo, dengan hasil penangkapan gas H2S dengan menggunakan pelarut Na2CO3
(larutan NaHS) sebesar 573,27 ppm pada konsentrasi Na2CO3 12,5%, dan dengan
waktu kontak selama 150 menit. Hasil kristal sulfur optimal yang diperoleh
sebesar 136,6 mg atau dapat menghilangkan senyawa H2S sebesar 52,01 % dengan
waktu 12 jam.
DAFTAR REFERENSI
Basir , Dedy W.A. 2011.desain dan rekayasa prototipe daur ulang limbah
cairindustri tahu.
.
Misbachul Moenir dan Rustiana Yuliasni. 2011.penerapan teknologi bio-desulfurisasigas
hidrogensulfida (H2S) pada ipal industri tahu sebagaiupaya pengambilan kembalai
(recovery) sulfur.
Nani
Harihastuti , Ikha Rasti Julia Sari.2011.penerapan Teknologi Ramah
Lingkungan Pada Pemanfaatan Hasil Purifikasi Biogas Memberikan Nilai Tambah
Pada IKM Tahu
0 komentar:
Post a Comment