
Hal itu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28. Bahkan, Menko Kesra Agung Laksono menegaskan, perusahaan rokok yang melanggar peraturan ini akan ditarik produknya dari pasar.
Bagi mahasiswa Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) atau UPDM(B), Mahesa Nur Syafe'i, larangan ini cukup bagus. Sebab, menurut mantan perokok ini, dengan mencantumkan gambar-gambar tersebut, para perokok aktif dapat melihat akibat dari aktivitasnya menghisap tembakau.
"Ketimbang cuma baca tulisannya doang di bungkus rokoknya, sepertinya lebih baik digambarkan penyakitnya," kata Mahesa, ketika berbincang dengan Okezone, Selasa (24/6/2014).
Senada dengan Mahesa, Fadlan Muzakki melihat, peringatan tertulis tidak efektif, apalagi huruf yang digunakan juga kecil dan tidak menyolok. Kalau mau mengurangi konsumen rokok, memang foto-foto akibat merokok itu harus dipajang dengan gamblang. Sarjana Hubungan Internasional itu mencontohkan, di Malaysia, ada bungkus rokok dengan gambar penderita kanker dan akibat rokok lainnya.
"Kalau cuma tulisan, orang akan malas membacanya. Tetapi kalau sudah visual, orang akan malas dan jijik, apalagi membeli," ujar Fadlan.
Alumnus Universitas Nasional (Unas) ini mengimbuhkan, kebijakan peringatan akibat merokok itu juga harus didukung dengan penetapan harga yang mahal.
"Pengalaman saya, harga rokok di luar negeri sangat mahal, jadi cuma orang-orang kaya saja yang bisa merokok," tuturnya.
Tetapi menurut alumnus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Bonita Ningsih, cara ini masih belum efektif menekan angka perokok aktif. Bahkan, menaikkan harga jual rokok pun akan percuma.
Penyuka warna oranye ini menyarankan, bisa saja peredaran rokok diatur seperti minuman keras (miras) yang tidak dijual bebas. Jika memang menekan jumlah perokok, maka seharusnya pemerintah melarang orang menjual rokok di warung-warung kecil.
"Jadi hanya tempat-tempat tertentu saja biar enggak sembarang orang bisa membeli rokok. Soalnya, sekarang anak kecil pun gampang banget beli rokok," ujar Bonita.
0 komentar:
Post a Comment