Thursday, November 28, 2013

MAKALAH PENGENDALIAN GULMA “PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN KARET MENGHASILKAN”

MAKALAH PENGENDALIAN GULMA
“PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN KARET MENGHASILKAN”
NAMA : APRIALDI SITUMORANG
NPM : E1J010022
PRODI : AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah gulma di perkebunan karet dianggap serius karena bisa mengakibatkan
terjadinya persaingan dalam penyerapan unsur hara, air, cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Di
samping itu, juga ada beberapa jenis gulma yang bisa mengeluarkan zat penghambat
pertumbuhan sehingga tanaman terhambat dan menjelang waktu penyadapan produksinya
rendah. Gulma juga dapat menjadi tanaman inang (host plant) dari hama dan penyakit tanaman.
Oleh karena itu, gulma harus dikendalikan pada ambang yang tidak merugikan secara ekonomis
Gulma menjadi masalah diperkebunan karet, baik dipembibitan maupun di pertanaman.
Gulma yang hadir pada tanaman remaja maupun telah menghasilkan dapat menyebabkan
penurunan luas daun, jumlah daun perpohon, bobot kering, produksi bunga betina dan hasil
bunga segar (Ojuederie et al, 1983).Untuk meningkatkan produksi karet maka pemeliharaan
perkebunan karet harus dilakukan dengan baik. Salah satu aspek pemeliharaan yang harus
menjadi perhatian adalah pengendalian gulma. Tujuan pengendalian gulma sepanjang jalur
tanaman karet ini adalah untuk menghindari persaingan antara tanaman karet dengan gulma,
sanitasi jalur penempatan pupuk dan memudahkan dalam pengawasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman karet (Hevea brasiliensisMull, Arg.) merupakan salah satu tanaman yang
dibudidayakan di Indonesia dan memberikan andil yang cukup besar terhadap devisa negara
diantara hasil perkebunan lainnya, dan menempati urutan ketiga setelah migas dan kayu
(Setyamidjaja, 1993). Selain dapat diambil lateksnya untuk bahan baku pembuatan aneka barang
keperluan manusia, sebenarnya karet masih memiliki manfaat lain, yaitu dapat memberikan
keuntungan bagi pemilik perkebunan dan memberikan hasil sampingan dari kayu atau batang
pohon karet. Shukendar (2006) memaparkan bahwa klasifikasi tanaman karet adalah sebagai
berikut : Divisi : Spermatophyta ; Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledone, Ordo :
Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Genus : Hevea, Spesies : Hevea brasiliensis .
Syarat tumbuh tanaman karet. Tanaman karet umunya mampu berkembang dengan baik
pada kondisi tanah yang gembur, dengan kedalaman 1-2 meter. pH tanah yang cocok untuk
bertanam sawit adalah 6,5 atau antara 4-7,0. Tanaman karet mampu berproduksi dengan baik
atau tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut.
Ketinggian lebih dari 600 m di atas permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet
Curah hujan yang cukup tinggi antara 2000 – 2500 mm setahun. Akan lebih baik lagi apabila
curah hujan itu merata sepanjang tahun (Nazarrudin dan Paimin, 2006). Suhu optimal yang
diperlukan tanaman karet berkisar antara 240C sampai dengan 280C. Kelembaban tinggi sangat
diperlukan untuk pertumbuhannya dengan lama penyinaran matahari berkisar 5 – 7 jam per hari.
Setiawan (2000) menyatakan bahwa pada daerah yang suhunya terlalu tinggi, pertumbuhan
tanaman karet tidak akan mampu bertumbuh secara optimal.
Menurut Sinceh (2012) Penanaman sebaiknya dilakukan saat musim hujan. Apabila
ditanam pasa musim panas sebaiknya lubang tanam disiram dahulu. Jarak tanam menurut
Dmimba (2011) pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 ‐ 80) jarak
tanam adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur ‐
Barat berjarak 7 m dan arah Utara ‐ Selatan berjarak 3 m . Pada areal lahan bergelombang atau
berbukit (kemiringan 8% ‐ 15%) jarak tanam 8 m x 2, 5 m (=500 lubang/ha) pada teras‐teras
yang diatur bersambung setiap 1,25 m (penanaman secara kontur).
Dalam penanaman harus diperhatikan jarak tanam dan kerapatan tanaman karena akan
berpengaruh terhadap produktivitas. Jarak yang lebih sempit akan berdampak negatif dengan
beberapa kelemahannya. Beberapa kerusakan yang akan terjadi akibat jarak yang lebih sempit
adalah: Kerusakan mahkota tajuk oleh angin Kematian pohon karena penyakit menjadi lebih
tinggi Tercapainya lilit batang sadap lebih lambat Hasil getahnya akan berkurang Oleh sebab itu,
dalam melakukan penanaman, sangat tidak dianjurkan terlalu rapat jarak antara satu pohon
dengan pohon yang lainnya. Melihat hal tersebut diatas, maka dewasa ini kepadatan kerapatan
pohon setiap hektarnya tidak melebihi dari jumlah 400 sampai dengan 500 pohon.
Pemeliharaan tanaman karet meliputi, pengendalian gulma, pemupukan, pembuangan
tunas palsu, pembuangan tunas cabang, perangsangan percabangan, pengendalian organisme
pengganggu Tumbuhan (OPT). Gulma penting tanaman karet. Pada perkebunan karet belum
menghasilkan, penutupan tajuk masih kecil dibanding dengan perkebunan karet menghasilkan,
hal ini mengakibatkan perbedaan banyaknya jumlah cahaya yang sampai ke tanah yang
ditumbuhi gulma. Masalah gulma akan berbeda pada setiap umur tanaman, hal ini tergantung
pada lokasi, iklim setempat dan cahaya yang diterima . Pergeseran dominasi gulma terjadi akibat
perbedan umur tanaman. Umumnya pada tanaman karet yang tajuknya masih kecil (belum lebar)
akan banyak gulmanya dibandingkan dengan tanaman karet yang tajuknya sudah lebar ( TM ).
Meilin (2006) mengatakan bahwa jenis gulma pada perkebunan karet dipengaruhi oleh
umur tanaman karet, dimana perkebunan karet belum menghasilkan memiliki umur lebih kecil
dari lima tahun, dan pada perkebunan karet menghasilkan memiliki umur tanaman lebih besar
dari lima tahun (10-30 tahun). Perbedaan umur tanaman karet belum menghasilkan dan telah
menghasilkan juga mempengaruhi besarnya penutupan tajuk pada perkebunan karet.
Berdasarkan hasil penelitian Meilin (2006), bahwa pada perkebunan karet menghasilkan
gulma dominan adalah C. hirta yang juga ditemukan pada perkebunan karet belum

DOWNLOAD

0 komentar:

Post a Comment