Thursday, November 28, 2013

TUGAS MATAKULIAH PENGENDALIAN GULMA
PENGELOLAAN GULMA PADA PERTANAMAN JAGUNG
( Zea mays L. )
Oleh
ABDULLAH IBRAHIM RITONGA
E1J008013
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Gulma bersaing dengan tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya.
Tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia
minggu ke 3 dan minggu ke 8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8
telah terbentuk. Sebelum stadia minggu ke 3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika
gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman
kekeringan. Antara stadia minggu ke 3 dan minggu ke 8, tanaman jagung membutuhkan
periode yang tidak tertekan oleh gulma. Setelah minggu ke 8 hingga matang, tanaman telah
cukup besar sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut
pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara,
atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman ( Lafitte 1994 ).
Beberapa jenis gulma tumbuh lebih cepat dan lebih tinggi selama stadia pertumbuhan
awal jagung, sehingga tanaman jagung kekurangan cahaya untuk fotosintesis. Gulma yang
melilit dan memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada
permukaan daun, sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan
hasil. Di banyak daerah pertanaman jagung, air merupakan faktor pembatas. Kekeringan yang
terjadi pada stadia awal pertumbuhan vegetatif dapat mengakibatkan kematian tanaman.
Kehadiran gulma pada stadia ini memperburuk kondisi cekaman air selama periode kritis,
dua minggu sebelum dan sesudah pembungaan. Pada saat itu tanaman rentan terhadap
persaingan dengan gulma ( Violic 2000 ).
Gulma merupakan pesaing bagi tanaman dalam memperoleh hara. Gulma dapat
menyerap nitrogen dan fosfor hingga dua kali, dan kalium hingga tiga kali daya serap
tanaman jagung. Pemupukan merangsang vigor gulma sehingga meningkatkan daya
saingnya. Nitrogen merupakan hara utama yang menjadi kurang tersedia bagi tanaman jagung
karena persaingan dengan gulma. Tanaman yang kekurangan hara nitrogen mudah diketahui
melalui warna daun yang pucat. Interaksi positif penyiangan dan pemberian nitrogen
umumnya teramati pada pertanaman jagung, di mana waktu pengendalian gulma yang tepat
dapat mengoptimalkan penggunaan nitrogen dan hara lainnya serta menghemat penggunaan
pupuk ( Violic 2000 ).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi tanaman
Jagung merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak dengan tinggi tanaman 60
hingga 300 cm atau lebih tergantung tipe dan jenis jagung, batang berwarna hijau hingga
kekuningan tidak bercabang, beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10 hingga 40
ruas, panjang ruas batang tidak sama, ruas yang paling bawah pendek dan tebal, semakin ke
atas ukuran semakin panjang ( Dongoran, 2009 dan Subekti dkk., 2010 ).
Jagung tumbuh baik pada tanah dengan pH antara 6,5 hingga 7,0 dan dapat
beradaptasi pada lingkungan yang ekstrim. Jagung sebagai tanaman tropis cocok ditanam di
daerah yang sejuk dan cukup dingin, dengan ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut.
Faktor lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan jagung adalah iklim dengan curah hujan
200 hingga 300 mm/bulan dan suhu antara 21 oC hingga 30 oC ( Rubatzky dan Yamaguchi,
1998 ).
Tanaman jagung memiliki daun berwarna hijau, berbentuk pita, tanpa tangkai daun,
memiliki pelepah yang berfungsi untuk membungkus batang dan melindungi buah, serta
memiliki lidah daun yang terletak di pangkal helai daun. Helaian daun memanjang dengan
ujung meruncing dengan pelepah-pelepah daun yang berselang seling yang berasal dari setiap
buku. Di antara pelepah daun dibatasi oleh specula yang berfungsi untuk menghalangi
masuknya air hujan atau embun ke dalam pelepah. Daun berkisar antara 10 hingga 20 helai
tiap tanaman ( Suprapto, 1999 ).
Biji jagung berkeping tunggal, berderet rapi pada tongkolnya. Pada setiap tanaman
jagung ada satu atau kadang-kadang dua. Pada setiap tongkol terdapat 10 hingga 14 deret biji
jagung yang terdiri atas 200 hingga 400 butir biji jagung. Biji jagung mempunyai bentuk,
warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Biji jagung
terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji, endosperm dan inti ( Rukmana, 1997).
2.2 Budidaya tanaman
Sebelum ditanami jagung, lahan tanam dibersihkan dari gulma seperti alang-alang,
rumput teki, semak, dan pohon perdu, beserta dengan akar-akarnya. Gulma ini kemudian
dibakar dan abunya ditaburkan ke lahan sebagai kompos untuk menambah kesuburan tanah (
Redaksi Agromedia, 2007 ).
Pada waktu pengolahan lahan, keadaan tanah hendaknya tidak terlampau basah, tetapi
cukup lembab hingga mudah dikerjakan, sampai tanah cukup gembur. Tanah berpasir atau
tanah ringan tidak banyak memerlukan pengerjaan tanah. Pada tanah berat dengan kelebihan
air, perlu dibuat (drainase) pembuatan saluran dan pembubunan yang tepat dapat
menghindarkan terjadinya genangan air yang merugikan pertumbuhan tanaman jagung.
Pembuatan bedengan dilakukan setelah tanah diolah. Bedengan dilengkapi dengan
saluran pembuangan air. Ukuran bedengan adalah lebar 1-1,2 meter. Panjang 3-5 meter, dan
tinggi 15-20 cm antara dua bedeng, dibuat parit untuk memasukkan dan mengalirkan air ke
tempat penanaman. Lebar parit di antara bedengan adalah 20-3 cm, dengan kedalaman 30 cm
untuk pembuangan air. Panjang bedengan sebaiknya dibuat menghadap timur, dengan awal di
bagian utara dan akhir di selatan. Pada musim kemarau tinggi bedengan dibuat sekitar 20 cm
Populasi tanaman ditentukan oleh jarak tanam dan mutu benih yang digunakan. Populasi
tanaman yang dianjurkan adalah 66.600 – 70.000 tanaman per hektar. Untuk mencapai
populasi tersebut, benih ditanam dengan jarak 75 cm x 20 cm atau 70 cm x 20 cm, satu biji
per lubang atau dengan jarak 75 cm x 40 cm atau 70 cm x 40 cm, dua biji per lubang (Arief,
2009).
Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik
maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak tercampur benih
lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama dan penyakit). Benih yang demikian
dapat diperoleh bila menggunakan benih bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan
sangat bergantung pada kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih
(Aulia, 2010).
Dalam pemeliharaan jagung yang harus dilakukan adalah penyiangan, penjarangan,
penyulaman, pemupukan, pengairan, dan pembubunan. Penyiangan bertujuan untuk
membersihkan lahan dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu
sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda biasanya dengan tangan atau
cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting dalam penyiangan ini tidak mengganggu
perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah.
Hal ini biasanya dilakukan 2 minggu setelah tanam.
Dengan penjarangan maka dapat ditentukan jumlah tanaman per lubang sesuai dengan
yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 3 tanaman, sedangkan yang dikehendaki
hanya 1, maka tanaman tersebut harus dikurangi. Tanaman yang tumbuhnya paling tidak
baik, dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam tepat di atas permukaan tanah.
Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar
tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh.
Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh. Kegiatan ini
dilakukan 7-10 hari setelah tanam. Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman
sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman hendaknya menggunakan benih dari jenis
yang sama. Waktu penyulaman paling lambat dua minggu setelah tanam. Sedangkan
penjarangan 2-3 minggu setelah tanam dengan memotong batang tanaman pertahankan yang
sehat dan kokoh.
Pada pertumbuhan vegetatif, periode tumbuh hingga keluar malai, proses fotosintesis
berlangsung dengan kapasitas tinggi. Akibatnya, kebutuhan hara semakin besar, apabila
kekurangan akan menghambat pertumbuhan dan potensi hasil. Pupuk yang diberikan adalah
Urea, SP 36 Dan KCL. lebih efektif bila lahan dalam keadaan cukup air. Gejala yang
gampang dikendali bila kekurangan hara N antara lain daun mudah tampak kekuningan. Bila
sudah akut daun tua kuning dan kering dari ujung ke tanah tulang daun.
Umumnya tanah bisa cenderung membutuhkan N lebih tinggi karena pencucian dan
denifikasi. Unsur fosfor (P) pun dibutuhkan selama jagung hidup. Kebutuhan meningkat
hingga 45% ketika rambut terlambat keluar, pengisian tongkol terganggu, dan biji kecil.
Namun, gejala awal yang khas pada awal pertumbuhan yakni perakaran sangat terbatas dan
daun tampak keunguan.
Tanaman jagung tidak akan memberikan hasil maksimum jika unsur hara diperlukan
tidak akan cukup tersedia. Pemupukan kualitatif. Pemupukan akan meningkatkan
ketersediaan hara kesehatan tanaman. Pemberian pupuk nitrogen akan meningkatkan
produksi, dan untuk memberikan hasil yang lebih baik, pemberian pupuk nitrogen ini
dibarengi dengan pemberian pupuk fosfat dan kalium. Tanaman yang kekurangan unsur
nitrogen akan tanpak kerdil, warna daun hijau muda kekuningan-kuningan, buah terbentuk
sebelum waktunya dan tidak sempurna.
Selain pupuk kompos, pupuk yang baik adalah pupuk kandang pupuk kandang
diperoleh dari kotoran sapi, kambing, atau kerbau. Kotoran hewan peliharaan seperti ayam,
burung, serta kelinci bisa digunakan untuk pembuatan pupuk kandang.
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk
memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu juga untuk
menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Kegiatan ini
dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan.
Caranya, tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian
ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.
Untuk efisiensi tenaga biasanya pembubunan dilakukan bersama dengan penyiangan kedua
yaitu setelah tanaman berumur 1 bulan.
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah
lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan tujuan menjaga agar tanaman
tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga
perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.
2.3 Gulma Penting pada tanaman Jagung ( Zea mays L. )
Beberapa spesies gulma menyebabkan kerusakan lebih besar pada tanaman karena
adanya bahan toksik yang dilepaskan dan menekan pertumbuhan jagung. Pada per tanaman
jagung terdapat 19 jenis gulma yang dijumpai dan mengeluarkan senyawa alelopati yaitu:
Abutilon theophrasti, Agropyron repens, Amaranthus sp, Ambrosia sp, Avene fatua, Brassica
sp, Chenopodium album, Cynodon dactilon, Cyperus esculentus, Cyperus rotundus, Digitaria
sanguinalis, Echinochloa crusgalli, Helianthus annuus, Imperata cylindrica, Poa sp,
Porulaca oleracea, Rattboelia exaltata, Setaria faberi, Sorghum helepense (Duke (1985)
dalam Lafitte (1994), Laumonier et al. (1986).
BAB III
PENGELOLAAN GULMA PADA PER TANAMAN JAGUNG
Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan hasil dan
mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama persaingan, dan
senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Secara keseluruhan, kehilangan hasil yang
disebabkan oleh gulma melebihi kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit.
Meskipun demikian, kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya
tidak dapat segera diamati. Jagung yang ditanam secara monokultur tidak memberikan hasil
akibat persaingan intensif dengan gulma ( Clay and Aquilar 1998 ).
Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya
tingkat hasil jagung yang tinggi. Gulma pada pertanaman jagung umumnya dikendalikan
dengan cara mekanis dan kimiawi. Secara tradisional petani mengendalikan gulma dengan
pengolahan tanah konvensional dan penyiangan dengan tangan. Pengolahan tanah
konvensional dilakukan dengan membajak, meratakan tanah dengan menggunakan tenaga
ternak dan mesin ( Utomo 1997 ).
Pengendalian dengan menggunakan herbisida memiliki efektivitas yang beragam.
Berdasarkan cara kerjanya, herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan yang terkena
herbisida, dan herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan ditranslokasikan ke seluruh
bagian gulma. Menurut jenis gulma yang dimatikan ada herbisida selektif yang mematikan
gulma tertentu atau spektrum sempit, dan herbisida nonselektif yang mematikan banyak jenis
gulma atau spektrum lebar. Herbisida pascatumbuh yang cukup luas penggunaannya untuk
mengendalikan gulma pada pertanaman jagung adalah paraquat (1,1- dimethyl-4,4
bypiridinium) yang merupakan herbisida kontak nonselektif. Herbisida ini baik digunakan
untuk mengendalikan gulma golongan rumputan dan berdaun lebar. Paraquat merupakan
herbisida kontak dan menjadi tidak aktif bila bersentuhan dengan tanah. Paraquat tidak
ditranslokasikan ke titik tumbuh, residunya tidak tertimbun dalam tanah, dan tidak diserap
oleh akar tanaman ( Tjitrosedirdjo et al. 1984 ).
Herbisida 2,4-D digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar setahun dan
tahunan, melalui akar dan daun. Aplikasinya mengakibatkan gulma berdaun lebar
melengkung dan terpuntir. Senyawa 2,4-D terkonsentrasi dalam embrio muda atau jaringan
meristem yang sedang tumbuh ( Klingman et al. 1975 ).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengelolaan gulma pada per tanaman jagung secara mekanis dengan pengolahan
tanah merupakan pengendalian yang tepat karena aman bagi manusia dan tanaman yang
dibudidayakan, tetapi memerlukan lebih banyak tenaga manusia, waktu dan biaya.
Pengelolaan gulma pada per tanaman jagung secara kimiawi dengan herbisida merupakan
pengendalian yang tepat. Sebelum jagung ditanam, herbisida disemprotkan untuk
mengendalikan gulma yang tumbuh di areal pertanaman. Setelah jagung tumbuh, gulma
masih perlu dikendalikan untuk melindungi tanaman. Untuk menekan atau meniadakan
dampak negatif penggunaan herbisida terhadap lingkungan, penggunaannya harus bijaksana.
Pengelolaan gulma secara pengolahan tanah, perkecambahan benih gulma yang
terbenam tertunda, sampai terangkat ke permukaan karena pengolahan tanah. Kehadiran
gulma pada pertanaman jagung berkaitan dengan jumlah biji gulma dalam tanah. Biji gulma
dapat tersimpan dan bertahan hidup selama puluhan tahun dalam kondisi dorman, dan akan
berkecambah ketika kondisi lingkungan mematahkan dormansi itu. Terangkatnya biji gulma
ke lapisan atas permukaan tanah dan tersedianya kelembaban yang sesuai untuk
perkecambahan mendorong gulma untuk tumbuh dan berkembang. Biji spesies gulma
setahun dapat bertahan dalam tanah selama bertahun-tahun sebagai cadangan benih. Karena
benih gulma dapat terakumulasi dalam tanah, maka kepadatannya terus meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, N. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Bandung: Cv. Nuansa Aulia
Agromedia Redaksi. 2007. Budidaya Jagung Hibrida. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka
Clay, A.S. and I. Aquilar. 1998. Weed seedbanks and corn growth following continous corn
or alfalfa. Agron. J. 90:813-818.
Dongoran D. 2009. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis ( Zea mays
saccharata) terhadap pemberian pupuk cair TNF dan Pupuk Kandang Ayam. Skripsi.
Faperta. USU, Medan
Klingman, G.C., F.M. Ashton and L.J. Noordhoff. 1975. Weed Science: Principles and
Practices. John Wiley & Sons, New York, 431p.
Lafitte, H.R. 1994. Identifying production problems in tropical maize: a field guide.
CIMMYT, Mexico , D.F. p.76-84.
Laumonier, E.K.W., R. Megia and H. Veenstra. 1986. The Seedlings In: Soerjani, M., A.I. G.
H. Koetermans and G. Tjitrosoepomo (Eds.). Weeds of Rice in Indonesia. Balai
Pustaka, Jakarta, p.567-686
Prahasta., Arief, M.P. 2009. Agribisnis Jagung. Bandung : Cv. Pustaka Grafik
Rubatzky, V.e., dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi dan Gizi.
Terjemahan oleh Herison. ITB-Press, Bandung
Rukmana, R. 1997. Kentang Budidaya dan Pasca Panen. Edisi II. Penerbit
Kanisius.Yogyakarta
Subekti, N.A., Syafruddin, R. Efendi, dan Sunarti. 2010. Morfologi tanaman dan fase
pertumbuhan jagung. balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/empat.pdf . akses
3 Agustus 2010
Suprapto, H.S. 1999. Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta
Tjitrosedirdjo, S., I.H. Utomo dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan.
Badan Penerbit Kerjasama Biotrop Bogor dan Gramedia, Bogor, 210 p.
Utomo, M. 1997. Teknologi terapan yang efektif dan efisien melalui sistem olah tanah
berkelanjutan untuk tanaman jagung di lahan kering. Makalah Disampaikan pada
Pertemuan Upaya Khusus Pengembangan Jagung Hibrida. Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, Ujung Pandang, 10 p.
Violic, A.D. 2000. Integrated crop menagement. In: R.L. Paliwal, G. Granados, H.R. Lafitte,
A.D. Violic, and J.P. Marathee (Eds.). Tropical Maize Improvement and Production.
FAO Plant Production and Protection Series, Food and Agriculture Organization of
The United Nations. Rome, 28:237-282.

0 komentar:

Post a Comment