LAPORAN PRATIKUM
KIMIA ANORGANIK
Prodi
: Teknologi
Industri Pertanian
Kelompok :
2 (Dua)
Hari /jam :
Rabu/14.00-15.40
Tanggal :
13 November 2013
Ko-Ass : 1. Anpi Setyawan
2. Sri Maryati lubis
Dosen :
Drs.Syafnil,M.Si
Objek Praktikum :
Titrasi Asam dan
Basa
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI
PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Titrasi
merupakan salah satu prosedur dalam ilmu kimia yang digunakan untuk menentukan
molaritas dari suatu asam
dan basa. Reaksi
kimia pada titrasi dikenakan pada
"larutan yang sudah diketahui volumenya, namun tidak diketahui
konsentrasinya" dan "larutan yang sudah diketahui volume dan
konsentrasinya". Tingkat
keasaman atau kebasaan dapat ditentukan
dengan menggunakan asam atau basa yang ekivalen. Ekivalen asam setara dengan
satu mol ion hidronium (H+ atau H3O+).
Sedangkan ekivalen basa setara dengan satu mol ion hidroksida (OH-).
Jika yang direaksikan adalah asam atau basa poliprotik (banyak ekivalen), maka
setiap mol zat tersebut akan melepaskan lebih dari satu H+ atau OH-.
Titrasi asam basa dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri yaitu
penetapan kadar larutan basa menggunakan larutan baku asam, sedangkan
alkalimetri adalah penetapan suatu asam dengan menggunakan larutan baku basa.
Untuk mencapai titik akhir dari titrasi digunakan indikator yang dapat memberi
perbedaan warna dalam suasana asam maupun dalam suasana basa.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk
menganalisis contoh yang mengandung asam.
2. Mahasiawa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asam dan basa didefenisikan oleh ahli kimia berabad-abad yang lalu dalam
sifat-sifat larutan air mereka. Dalam pengertian ini suatu zat yang larutan
airnya berasa asam, memerahkan lakmus biru, bereaksi dengan logam aktif untuk
membentuk hidrogen, dan menetralkan basa. Dengan mengikuti pola yang serupa,
suatu basa didefenisikan sebagai zat yang larutan airnya berasa pahit,
melarutkan lakmus merah trasa licin sabun, dan menetralkan (Achmad, 1996).
Pada tahun 1887 S. Arrhenius mengajukan suatu teori yang
menyatakan bahwa apabila suatu elektrolit melarut, sebagian dari elektrolit ini
terurai menjadi partikel negative yang disebut ion. Teori ini berhasil
menjelaskan beberapa hal misalnya elektrolisis dan hantaran elektrolit. Deybe
dan Huckel (1923) dan onsager (1927) merevisi teori ion yang telah disajikan
Arrhenius. Menurut mereka elektrolit kuat selalu terurai sempurna menjadi ion.
Sebelum W. Ostwald dan Arrhenius menjelaskan penguraian elektrolit, orang telah
berusaha mendefenisikan asam dan basa. Rasa masam dan pengauh terhadap zat
warna tumbuh-tumbuhan, merupakan sifat asam. Sifat yang dimiliki sabun adalah
alkali. Akhirnya orang menggunakan istilah basa sebagai pengganti alkali yang
sifatnya berlawanan dengan asam. Basa didefenisikan sebagai zat yang dapat
bereaksi dengan asam membentuk garam (Achmad, 1996).
Dalam tahun 1923 J.N Bronsted di Denmark dan T.M Lowry di Inggris secara
terpisah menyarankan cara lain dalam memeriksakan asam dan basa. Menurut system
ini, asam bronsted-lowry ini adalah donor proton dan basa bronsted-lowry adalah
penerima proton. Dengan defenisi ini, beraneka ragam sifat-sifat asam dan
reaksi kimia dan saling berhubungan, termasuk reaksi-reaksi yang saling
berhubungan, termasuk reaksi-reaksi yang berlangsung dalam pelarut-pelarut
selain air maupun tanpa pelarut sama sekali (Keenan, 1997).
Hubungan antara teori bronsted-lowry dan teori Arrhenius adalah teori
Bronsted-Lowry tidak berlawanan dengan teori Arrhenius. Teori Bronsted-Lowry
merupakan teori perluasan teori Arrhenius. Ion hidroksida tetap berlaku sabagai
basa karena ion hidroksida menerima ion hidrogen dari asam dan membentuk air.
Asam menghasilkan ion hidrogen dalam larutan karena asam bereaksi dengan
molekul air pemberian sebuah proton pada molekul air. Ketika gas hidrogen
klorida dilarutkan dalam air untuk menghasilkan asam hidroksida, molekul
hidrogen klorida memberikan sebuah proton (sebuah ion hidrogen) ke molekul air.
Ikatan koordinasi (kovalen datif) terbentuk antara satu pasangan mandiri pada
oksigen dan hidrogen dari HCl menghasilkan ion hidroksonium, H3O+.
ketika asam yang terdapat dalam larutan bereaksi dengan basa yang berfungsi
sebagai asam sebenarnya adalah ion hidroksonium. Sebagai contoh, proton
ditransfer dari ion hidroksonium ke ion hidroksida untuk mendapatkan air
(Anonim, 2010).
Standarisasi
dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi
suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya
(larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan
reaksi asam basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa
ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam
atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).
Pada saat terjadi perubahan warna
indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada saat titik
ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik
akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan
basa tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan
indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi
(Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu
larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan
standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat
terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan
yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut
standar primer (Day, 1998).
Sebagai ringkasan, reaksi asam dan basa yang sama kekuatannya, akan
menghasilkan larutan netral. Asam dan basa yang bereaksi dapat keduanya kuat
maupun keduanya lemah. Reaksi asam dan basa dengan kekuatan yang berlainan akan
menghasilkan larutan yang asam lemah atau basa lemah, teragantung pada
kekuasaan asam konjugat dan basa konjugat yang dihasilkan. Jika asam yang
dihasilkan itu lebih kuat dari pada basa yang dihasilkan, maka diperoleh
larutan asam lemah. Sebaliknya jika basa yang dihasilkan lebih kuat dari asam
yang dihasilkan, akan diperoleh larutan basa lemah. Terlepas dari kekuatan
relative dari asam dan basa yang terlihat, semua reaksi asam dan basa semacam
itu lazim dirujuk sebagai reaksi penetralan (Pudjaatmaka, 1980).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pratikum titrasi asam dan basa
adalah :
Ø NaOH 0,1 M
Ø HCL 0,1 M
Ø
Ø Indikator Penolphetalein
Ø Erlenmeyer
Ø Buret 50 mL
Ø Statif dan Klem
Ø Gelas ukur 25 mL atau 10 mL
Ø Corong kaca
3.2 Cara kerja
Adapun cara kerja praktikum
tentang titrasi asam dan basa adalah sebagai berikut:
3.2.1 Standarisasi larutan NaOH
0,1 M
Mencuci
bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan bilas dengan 5 mL
larutan NaO. Putar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam
buret. Selanjutnya isi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret.
Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke
dalam buret sampai skala tertentu. Catat kedudukan volum awal NaOH dalam buret.
Proses standarisasi :
·
Mencuci 3 erlenmeyer,pipet 10 mL larutan asam oksalat 0,1 M dan masukkan ke
dalam setiap erlenmeyer dan tambahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer 3 tetes
indikator penolphtalein (PP).
·
mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit samapai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.
·
Mencatat volume NaOH terpakai.
·
Mengulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer kedua dan ketiga.
·
Menghitung molaritas (M) NaOH.
3.2.2 Penentuan Konsentrasi HCl
·
Mencuci 3 erlenmeyer ,pipet 10 mL
larutan HCl 0,1M dan masukan kedalam setiap erlenmeyer
·
Menambahkan kedalam masing-masing
erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein(PP)
·
Mengalirkan larutan NaOH yang ada
dalam buret sedikitdemi sedikitsampai terbentuk warna merah muda yang tidak
hilang apabila erlenmeyer digoyang
·
Mencatat volume NaOH terpakai
Mengulangi dengan cara yang sama
untuk erlenmeyer ke II dan III
·
Menghitung molaritas(M) HCl.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Standarisasi NaOH dengan larutan Asam
Oksalat
No
|
Prosedur
|
Ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1
|
Volume
larutan Asam Oksalat 0,1 M
|
10 mL
|
10mL
|
10mL
|
10mL
|
2
|
Volume
NaOH terpakai
|
11,5 mL
|
8 mL
|
11 mL
|
10,16 mL
|
3
|
Molaritas
(M) NaOH
|
0,15
|
0,13
|
0,09
|
0,10 M
|
Standarisasi HCl dengan larutan HCl
No
|
Prosedur
|
Ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1
|
Volume
larutan HCl
|
10 mL
|
10 mL
|
10 Ml
|
10 mL
|
2
|
Volume
HCl terpakai
|
11,5 mL
|
9,6 ml
|
10,6 mL
|
10,56 mL
|
3
|
Molaritas
(M) NaOH
|
0,15
|
0,13
|
0,09
|
0,10
|
4
|
Molaritas
(M) larutan HCl
|
0,09 M
|
0,10 M
|
0,09 M
|
0,09 M
|
BAB V
PEMBAHASAN
Untuk menstandarisasi larutan
NaOH 0,1 M langkah yang harus dilakukan ialah dengan mencuci 3 Erlemeyer, pipet
10 mL larutan asam Oksalat 0,1 M dan masukan ke dalam setiap Erlemeyer dan
tambakan ke dalam masing-masing Erlemeyer 3 tetes Indikator Penolphtalein(pp),
kemudian masukan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
berubah warna merah muda.
Standarisasi
NaOH dengan larutan asam oksalat
I.
.
=
.
11,5 . 0,1 = 10 .
1,15 = 10
II.
.
=
.
10 . 0,1 = 8
.
1 = 8
III.
.
=
.
10 . 0,1 = 11
.
1 = 11
BAB
VI
PENUTUP
Kesimpulan
1. Perhitungan
pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari volume rata-rata
dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi
HCL.Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 2 tetes
indikator berubah warna dari bening hingga menjadi merah muda. Volume NaOH yang
digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus
sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah volume NaOH (basa)
diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.
2. Kadar atau konsentrasi HCl (asam) dapat ditentukan melalui proses titrasi,
yaitu dengan mereaksikan HCl (titrat) yang ditambahkan 2 tetes indicator PP
dengan NaOH (titran). Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang
dicampurkan dengan 2 tetes indikator berubah warna dari bening hingga menjadi
pink. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl
tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah
volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.
.
BAB VII
JAWABAN
PERTANYAAN
1. Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati
titik ekivalen ?
Caranya adalah ketika sudah
mendekati titik ekivalen usahakan agar penambahan titernya secara perlahan,
apabila perlu setengah tetes, biar tidak melewati titik ekivalen terlalu jauh
2. Jelaskan dengan singkat fungsi indikator ?
Fungsi
indikator di sini untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika indikator yang
digunakan tepat, maka indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhir
titras
3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak
ditambah dengan indikator ?
Dapat, Tidak semua titrasi membutuhkan
indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan maupun produk
telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai
"indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks
menggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu) sebagai peniter tidak
membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak
berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang
berlebih dalam larutan.
4. Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi
di atas ?
Pada saat titik ekuivalen maka
mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat
kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen
basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil
perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis
sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil
perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion
OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
Keterangan
:
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
5. Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan
standar sekunder ?
Larutan
standar primer adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya,dalam proses
pembuatannya larutan standar primer ini tidak perlu distandarisasi dengan
larutan lain untuk memastikan konsentrasi larutan yang sebenarnya.
Contoh larutan primer yaitu asam oksalat.
Larutan
standar sekunder adalah larutan yang dipergunakan untuk standarisasi /
menentukan konsentrasi larutan lain tetapi larytan standar tersebut harus
distandarisasi terlebih dahulu untuk memastikan konsentrasi yang sebenarnya.
Contoh larutan sekunder yaitu NaOH.
6. Tuliskan syarat-syarat indikator dapat dipakai dalam
suatu titrasi ?
Syarat
dapat tidaknya suatu zat dijadikan indicator asam basa adalah terjadinya
perubahan warna apabila suatu indikator diteteskan pada larutan asam dan
larutan basa. Untuk menguji sifat asam basa suatu zat selalu digunakan dalam
bentuk larutan, karena dalam bentuk larutan sifat pembawaan asam dan basa lebih
mudah dideteksi.
Daftar pustaka
Achmad, Hiskia. Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.
Anonim. Chemistry As a Center of Science.
Keenan, dkk. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga, 1977.
Pudjaatmaka, Aloysius Hadyana. Ilmu Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga,
1980.
Sukmariah. 1990. Kimia
Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia
Dasar 2. Bandung, ITB.
0 komentar:
Post a Comment