Saturday, February 28, 2015

Titrasi Asam dan Basa

LAPORAN PRATIKUM
KIMIA ANORGANIK



Prodi                                  : Teknologi Industri Pertanian
Kelompok                          : 2 (Dua)
Hari /jam                            : Rabu/14.00-15.40
Tanggal                              : 13 November 2013 
Ko-Ass                              : 1. Anpi Setyawan   
                                                                            2. Sri Maryati lubis
Dosen                                : Drs.Syafnil,M.Si
Objek Praktikum               : Titrasi Asam dan Basa


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang

            Titrasi merupakan salah satu prosedur dalam ilmu kimia yang digunakan untuk menentukan molaritas dari suatu asam dan basa. Reaksi kimia pada titrasi dikenakan pada "larutan yang sudah diketahui volumenya, namun tidak diketahui konsentrasinya" dan "larutan yang sudah diketahui volume dan konsentrasinya". Tingkat keasaman atau kebasaan dapat ditentukan dengan menggunakan asam atau basa yang ekivalen. Ekivalen asam setara dengan satu mol ion hidronium (H+ atau H3O+). Sedangkan ekivalen basa setara dengan satu mol ion hidroksida (OH-). Jika yang direaksikan adalah asam atau basa poliprotik (banyak ekivalen), maka setiap mol zat tersebut akan melepaskan lebih dari satu H+ atau OH-.
Titrasi asam basa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri yaitu penetapan kadar larutan basa menggunakan larutan baku asam, sedangkan alkalimetri adalah penetapan suatu asam dengan menggunakan larutan baku basa. Untuk mencapai titik akhir dari titrasi digunakan indikator yang dapat memberi perbedaan warna dalam suasana asam maupun dalam suasana basa.

1.2 Tujuan
1.      Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang mengandung asam.
2.      Mahasiawa mampu menstandarisasi larutan.


BAB II
          TINJAUAN PUSTAKA
            Asam dan basa didefenisikan oleh ahli kimia berabad-abad yang lalu dalam sifat-sifat larutan air mereka. Dalam pengertian ini suatu zat yang larutan airnya berasa asam, memerahkan lakmus biru, bereaksi dengan logam aktif untuk membentuk hidrogen, dan menetralkan basa. Dengan mengikuti pola yang serupa, suatu basa didefenisikan sebagai zat yang larutan airnya berasa pahit, melarutkan lakmus merah trasa licin sabun, dan menetralkan (Achmad, 1996).
Pada tahun 1887 S. Arrhenius mengajukan suatu teori yang menyatakan bahwa apabila suatu elektrolit melarut, sebagian dari elektrolit ini terurai menjadi partikel negative yang disebut ion. Teori ini berhasil menjelaskan beberapa hal misalnya elektrolisis dan hantaran elektrolit. Deybe dan Huckel (1923) dan onsager (1927) merevisi teori ion yang telah disajikan Arrhenius. Menurut mereka elektrolit kuat selalu terurai sempurna menjadi ion. Sebelum W. Ostwald dan Arrhenius menjelaskan penguraian elektrolit, orang telah berusaha mendefenisikan asam dan basa. Rasa masam dan pengauh terhadap zat warna tumbuh-tumbuhan, merupakan sifat asam. Sifat yang dimiliki sabun adalah alkali. Akhirnya orang menggunakan istilah basa sebagai pengganti alkali yang sifatnya berlawanan dengan asam. Basa didefenisikan sebagai zat yang dapat bereaksi dengan asam membentuk garam (Achmad, 1996).
            Dalam tahun 1923 J.N Bronsted di Denmark dan T.M Lowry di Inggris secara terpisah menyarankan cara lain dalam memeriksakan asam dan basa. Menurut system ini, asam bronsted-lowry ini adalah donor proton dan basa bronsted-lowry adalah penerima proton. Dengan defenisi ini, beraneka ragam sifat-sifat asam dan reaksi kimia dan saling berhubungan, termasuk reaksi-reaksi yang saling berhubungan, termasuk reaksi-reaksi yang berlangsung dalam pelarut-pelarut selain air maupun tanpa pelarut sama sekali (Keenan, 1997).
            Hubungan antara teori bronsted-lowry dan teori Arrhenius adalah teori Bronsted-Lowry tidak berlawanan dengan teori Arrhenius. Teori Bronsted-Lowry merupakan teori perluasan teori Arrhenius. Ion hidroksida tetap berlaku sabagai basa karena ion hidroksida menerima ion hidrogen dari asam dan membentuk air. Asam menghasilkan ion hidrogen dalam larutan karena asam bereaksi dengan molekul air pemberian sebuah proton pada molekul air. Ketika gas hidrogen klorida dilarutkan dalam air untuk menghasilkan asam hidroksida, molekul hidrogen klorida memberikan sebuah proton (sebuah ion hidrogen) ke molekul air. Ikatan koordinasi (kovalen datif) terbentuk antara satu pasangan mandiri pada oksigen dan hidrogen dari HCl menghasilkan ion hidroksonium, H3O+. ketika asam yang terdapat dalam larutan bereaksi dengan basa yang berfungsi sebagai asam sebenarnya adalah ion hidroksonium. Sebagai contoh, proton ditransfer dari ion hidroksonium ke ion hidroksida untuk mendapatkan air (Anonim, 2010).
          Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer (Day, 1998).
            Sebagai ringkasan, reaksi asam dan basa yang sama kekuatannya, akan menghasilkan larutan netral. Asam dan basa yang bereaksi dapat keduanya kuat maupun keduanya lemah. Reaksi asam dan basa dengan kekuatan yang berlainan akan menghasilkan larutan yang asam lemah atau basa lemah, teragantung pada kekuasaan asam konjugat dan basa konjugat yang dihasilkan. Jika asam yang dihasilkan itu lebih kuat dari pada basa yang dihasilkan, maka diperoleh larutan asam lemah. Sebaliknya jika basa yang dihasilkan lebih kuat dari asam yang dihasilkan, akan diperoleh larutan basa lemah. Terlepas dari kekuatan relative dari asam dan basa yang terlihat, semua reaksi asam dan basa semacam itu lazim dirujuk sebagai reaksi penetralan (Pudjaatmaka, 1980).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pratikum titrasi asam dan basa adalah  :


Ø  NaOH 0,1 M
Ø  HCL 0,1 M
Ø 
Ø  Indikator Penolphetalein
Ø  Erlenmeyer
Ø  Buret 50 mL
Ø  Statif dan Klem
Ø  Gelas ukur 25 mL atau 10 mL
Ø  Corong kaca



          3.2 Cara kerja
Adapun cara kerja praktikum tentang titrasi asam dan basa adalah sebagai berikut:

3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M
            Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan bilas dengan 5 mL larutan NaO. Putar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret. Selanjutnya isi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai skala tertentu. Catat kedudukan volum awal NaOH dalam buret.

Proses standarisasi :
·         Mencuci 3 erlenmeyer,pipet 10 mL larutan asam oksalat 0,1 M dan masukkan ke dalam setiap erlenmeyer dan tambahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein (PP).
·         mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit samapai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.
·         Mencatat volume NaOH terpakai.
·         Mengulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer kedua dan ketiga.
·         Menghitung molaritas (M) NaOH.

3.2.2  Penentuan Konsentrasi HCl
·         Mencuci 3 erlenmeyer ,pipet 10 mL larutan HCl 0,1M dan masukan kedalam setiap erlenmeyer
·         Menambahkan kedalam masing-masing erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein(PP)
·         Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikitdemi sedikitsampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila erlenmeyer digoyang
·         Mencatat volume NaOH terpakai
Mengulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II dan III
·         Menghitung molaritas(M) HCl.












BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Standarisasi NaOH dengan larutan Asam Oksalat
No
Prosedur
Ulangan
Rata-rata
I
II
III
1
Volume larutan Asam Oksalat 0,1 M
10 mL
10mL
10mL
10mL
2
Volume NaOH terpakai
11,5 mL
8 mL
11 mL
10,16 mL
3
Molaritas (M) NaOH
0,15
0,13
0,09
0,10 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl
No
Prosedur
Ulangan
Rata-rata
I
II
III
1
Volume larutan HCl
10 mL
10 mL
10 Ml
10 mL
2
Volume HCl terpakai
11,5 mL
9,6 ml
10,6 mL
10,56 mL
3
Molaritas (M) NaOH
0,15
0,13
0,09
0,10
4
Molaritas (M) larutan HCl
0,09 M
0,10 M
0,09 M
0,09 M











BAB V
PEMBAHASAN
Untuk menstandarisasi larutan NaOH 0,1 M langkah yang harus dilakukan ialah dengan mencuci 3 Erlemeyer, pipet 10 mL larutan asam Oksalat 0,1 M dan masukan ke dalam setiap Erlemeyer dan tambakan ke dalam masing-masing Erlemeyer 3 tetes Indikator Penolphtalein(pp), kemudian masukan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai berubah warna merah muda.

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
       I.                .   =   .
11,5 . 0,1 =  10  . 
1,15         =  10  
            =  0,115

    II.                .   =   .
10 . 0,1    =  8  . 
1              =  8    
            =  0,125 = 0,13

 III.                .   =   .
10     . 0,1 =  11  . 
1               =  11  
            =  0,09






BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi HCL.Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 2 tetes indikator berubah warna dari bening hingga menjadi merah muda. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.
2.      Kadar atau konsentrasi HCl (asam) dapat ditentukan melalui proses titrasi, yaitu dengan mereaksikan HCl (titrat) yang ditambahkan 2 tetes indicator PP dengan NaOH (titran). Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 2 tetes indikator berubah warna dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.
.









BAB VII
JAWABAN PERTANYAAN

1.      Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen ?
            Caranya adalah ketika sudah mendekati titik ekivalen usahakan agar penambahan titernya secara perlahan, apabila perlu setengah tetes, biar tidak melewati titik ekivalen terlalu jauh
2.      Jelaskan dengan singkat fungsi indikator ?
Fungsi indikator di sini untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika indikator yang digunakan tepat, maka indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhir titras
3.      Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambah dengan indikator ?
Dapat, Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai "indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan.
4.      Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi di atas ?
            Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)

5.      Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder ?
            Larutan standar primer adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya,dalam proses pembuatannya larutan standar primer ini tidak perlu distandarisasi dengan larutan lain untuk memastikan konsentrasi larutan yang sebenarnya.
Contoh larutan primer yaitu asam oksalat.
            Larutan standar sekunder adalah larutan yang dipergunakan untuk standarisasi / menentukan konsentrasi larutan lain tetapi larytan standar tersebut harus distandarisasi terlebih dahulu untuk memastikan konsentrasi yang sebenarnya.
Contoh larutan sekunder yaitu NaOH.

6.      Tuliskan syarat-syarat indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi ?
Syarat dapat tidaknya suatu zat dijadikan indicator asam basa adalah terjadinya perubahan warna apabila suatu indikator diteteskan pada larutan asam dan larutan basa. Untuk menguji sifat asam basa suatu zat selalu digunakan dalam bentuk larutan, karena dalam bentuk larutan sifat pembawaan asam dan basa lebih mudah dideteksi.






Daftar pustaka

Achmad, Hiskia. Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.
Anonim. Chemistry As a Center of Science.
Keenan, dkk. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga, 1977.
Pudjaatmaka, Aloysius Hadyana. Ilmu Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga, 1980.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.





0 komentar:

Post a Comment